Sunday, 27 November 2016

Analisis Buku Motivasi The New You



The New You
Taufik Rachman
Source: google
 
            Buku ini memberikan 9 cara untuk kita dapat menjadi pribadi yang berbeda dari pribadi yang lainnya, buku ini merupakan ilmu kombinasi antara penguatan pribadi kita dengan lingkungan luar dan bantuan Maha Kuasa, dan jika kita mengaplikasikan cara-cara tersebut hal tersebut juga bisa menjadi contoh untuk orang lain untuk menjadi pribadi yang baik juga.
1.      Kramahtamahan
Berikan satu senyumanmu maka akan hilang rasa curuga, berikan senyumanmu yang kedua maka akan bertambah temanmu, berikan seyummu yang ketiga maka akan tumbuh rasa percaya.
            “Jangan pernah khawatir terhadap suatu hal yang tidak bisa anda lakukan, tetapi khawatirlah terhadap suatu hal yang bisa anda kerjakan tetapi tidak anda kerjakan”
Senyum adalah hal yang bisa dilakukan oleh siapa saja. Namun hanya sedikit orang yang menyadari betapa pentingnya senyuman di dalam kehudupan. Bukan saja menyehatkan badan, senyuman juga memberikan efek positif kepada diri dan orang-orang di lingkungannya. Selain itu, senyum merupakan suatu ibadah yang tanpa mengeluakan uang sepeserpun.
Terkadang, banyak orang ketika dia memberikan senyumannya terhadap orang lain sedangkan dia tidak mendapatkan balasan yang serupa, dia kecewa dan berjanji tidak akan memberikan senyumannya lagi terhadap orang tersebut. Itu adalah sikap yang sebaiknya kita hindari. Bukankah tujuan utama dari tersenyum adalah untuk membangun hubungan baik dengan orang lain, untuk kesehatan, dan untuk ibadah? Lantas, mengapa harus kecewa apabila tidak menerima balasan senyuman serupa?
            Senyuman Mendatangkan Peluang
            Penulis menceritakan tentang pengalamannya ketika kuliah, ketika semeter  satu tepatnya. Setiap pagi, ketika penulis masuk ke pintu utama kampus, para public relation kampus penulis sudah duduk berbaris di sana. Setiap kali akan masuk melewati mereka, tanpa sengaja penulis selalu melemparkan senyuman pada mereka. Entah ada yang menyambut atau tidak, penulis tidak pernah memperdulikannya. Uniknya penulis tidak pernah mengetahui nama mereka.
            Tanpa terasa, ritual itu sudah berlangsung selama satu bulan hingga akhirnya penulis diminta oleh dosen untuk mengembalikan bukunya yang tertinggal di meja public relation. Itu adalah kali pertama penulis berhadapan dan berbicara langsunt kepada mereka (public relation). Taukan kalian apa yang terjadi? Salah seorang dari mereka langsung menegur penulis dan menanyakan nama penulis. Tentu itu adalah hal yang lumrah yang dilakukan jika belum saling mengenal. Namun, apakah kalian tahu apa yang terjadi selanjutnya? Tanpa berfikir panjang, dia langsung menawarkan penulis untuk menjadi seorang public relation, tanpa harus melewati seleksi interview, dll. Itu adalah suatu penawaran yang sangat membingungkan untuk penulis. Dia belim tahu kredibilitas penulis, dan baru mengenalnya beberapa saat yang lalu, tetapi dia langsung menawarkan pekerjaan kepada penulis tanpa mempertimbangkan hal tersebut.
            Coba kita bayangkan, senyuman yang penulis berikan berdampak terhadap pola pikir yang menerimanya dan membentuk keyakinan bahwa penulis akan bisa menjadi yang terbaik dan paling sesuai untuk mendapatkan pekerjaan public relation tanpa harus melalui seleksi apapun. Itu pun hanya dengan senyuman berjangka satu bulan.
Ada ungkapan yang dasyat dari guru penulis ketika dia sudah selesai mengajar. “Sekarang kalian sudah selesai mencatat apa yang harus kalian catat. Maka, sekarang berhentilah untuk mencatat! Lakukan sesuatu untuk apa yang sudah kalian catat!”
            Jadi ingat, sehebat apapun isi sebuah tulisan catatan yang kita buat atau tulis, semuanya belum lengkap jika kita belum melakukan satu kata yang bernama action! Jadi, kunci sukses pertama yang sangat mudah dan aplikatif ini akan semakin luar bisa kalau kita melakukan secara langsung. Action, action, dan action. Maka dari itu mulailah tersenyum dari sekarang, jangan takut jika senyum kita tidak ada yang membalasnya.
2.      Energi
“Banyak kekgagalan dalam hidup ini disebabkan orang-orang yang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah. Jenius adalah 1% ispirasi dan 99% keringat” (Thomas Alva Edison)
Derek Ronal adalah adalah atlet lari dari Inggris, pemegang rekor nasional Inggris untuk lomba lari 400 meter pada kejuaraan dunia, peraih medali emas untuk lari estafet 4x400 meter pada kejuaraan dunia, kejuaraan eropa, dan pekan antar negara commonwealth. Hebatnya lagi dia adalah favorit utama untuk meraih medali emas lomba lari 400 meter.
Olimpiade bercelona 1992 mungkin tidak akan terlupakan bagi Indonesia karena pada saat itu kita berhasil menyabet mendali emas dari cabang bulutangkis. Namun, dunia rasanya terlalu suli untuk melupakan apa yang terjadi di arena atletik pada saat itu. Ketika dentum peluru tanda dimulainya lomba lari putra 400 meter, Derek dengan cepat berhasil meluncur dengan baik. Dengan posisi start sempurna, ditabah dukungan ribuan penonton yang memadati stadion, energi Derek sepertinya tidak bisa dihantikan oleh apapun.
Kecepatan Derek seperti tak tertandingi oleh pesaingnya. Perlahan Derek mulai meninggalkan pelari lain dan seperti akan memenangi perlombaan tersebut dengan mudah. Namum memang malang tak bisa ditolak. Tepat di 150 meter setelah berlari meninggalkan garis start, kecepatannya terhenti secara tiba-tiba. Derek terjatuh karena cedera hamstring, dia terkulai kesakitan. Sementara pelari lainnya mulai meninggalkannya.
Tahukah kalian apa yang terjadi? Derek bangkit. Dia berlari sambil terpincang-pincang menahan rasa sakit. Tiba-tiba dari kerumunan penonton berlari mendekatinya. Setelah berhasil menerobos petugas keamanan stadion, dia langsung merangkul Derek. Ternyata dia adalah ayahnya Derek.
Dia pun berusaha menghentika Derek, tetapi dengan semangat Derek ingin menyelesaikan pertandingannya. Kemudian, sang ayah dengan mata terharu memopong Derek, akhirnya mereka berlari bersama.
Kegigihan dan energi Derek memukau para penonton. Tanpa disadari Derek dan ayahnya menjadi pusat perhatian penonton. Para penonton melakukan standing ovation menyaksikan kisah heroik dari seorang Derek.
Beberapa langkah sebelum mencapai finish, Derek meminta ayahnya meepaskan rangkulannya. Dia ingin menyelesaikan perlombaan dengan usahanya sendiri. Pada saat itu penonton seolah melupakan siapa pemenang sebenarnya. Yang menjadi juara sejati pada saat itu adalah Derek, dia adalah pemenang sebenarnya di mata penonton.
Lalu, bagaimana dengan kita? Apakah hanya dengan satu hambatan kecil bisa meruntuhkan sejuta impian kita? Pasti jawabannya adalah tidak. Lalu mengapa dalam keseharian kita hal semacam itu sellu muncul? Menyerah sebelum mencoba, merasa gagal sebelum melakukan sesuatu, merasa lemah sebelum berjuang semaksimal mungkin. Bukankah kita telah sadar kalau keberhasilan itu ada dalam tindakan bukan angan-angan? Lantas, mengapa kita masih mau menghabiskan waktu tanpa menenagai waktu itu dengan energi maksimal? Ingatlah bahwa energi yang sudah dikeluarkan dengan maksimal untuk mencapai suatu hal, sesungguhnya ada campur tangan Tuhan didalamnya. Jadi, lakukanlah yang anda bisa, mulai dari hal yang paling kecil. Tenagai hal yang kecil itu dengan energi maksimal diiringi dengan doa, maka tentunya Tuhan tidak akan membiarkan anda larut dalam kesulitan.
“Dalam setiap percobaan selalu ada dua hasil, yaitu berhasil atau belum berhasil. Tetapi tidak mencoba sama sekali maka hasilnya hanya satu, yaitu gagal” (Taufik Rachman, penulis)
3.      Listen (Dengarkan)
“Anda hanya menyampaikan apa yang anda ketahui ketika anda berbicara, tetapi anda akan mengetahui apa yang belum anda ketahui ketika anda mendengarkan”
Mendengar adalah salah satu cara paling efektif di muka bumi ini untuk mengetahui suatu hal meskipun tidak selamanya yang kita dengarkan adalah suatu fakta. Orang tidak selamanya bisa mengerti apa yang mereka baca secara langsung. Justru kebanyakan orang lebih mudah memahami dan mengerti apa yang mereka dengar secara langsung. Oleh karena itu, mendengar adalah salah satu kunci utama kita dalam mengarungi kehidupan sebagai seorang manusia yang berhasil, khususnya sebagai tenaga penjual.
Masnusia pada umumnya labih senang untuk didengarkan daripada harus mendengarkan. Namun, pada faktanya, Tuhan menciptakan banyak telinga dibandingkan mulut dengan maksud agar kita lebih banyak mendengar daripada bicara untuk mendengarkan informasi sebanyak mungkin dari lawan bicara kita.
“Orang sukses yang saya kenal adalah mereka yang lebih banyak mendengarkan daripada bicara” (Bernard Baruch)
4.      Ingat Tujuan
“Kalaulah kita mengharapkan suatu keberhasilan, tetapi kita tidak pernah menempuh jalan-jalan untuk mencapai keberhasilan itu, maka hal ini sama sperti kapal/perahu yang tidak akan mungkin bisa berjalan diatas daratan” (Ali Bin Abi Thalib)
Albert Einstein, seorang ilmuwan besar ternyata memiliki tujuan yang relatif berbeda dengan tujuan dari kebanyakan orang. Ketika seseorang mencapai suatu hal besar dalam hidupnya atau ketika seseorang menemukan sebuah penemuan besar, pati pada umumnya orang ingin mendapatkan pujian, penghargaan, bahkan sampai pengakuan dunia. Ini merupakan hal yang didapat oleh seorang Albert Einstein. Entah sudah berapa penghargaan dan piagam yang dia peroleh dan capai. Namun, tahukah kalian kalau dia dikenal sebagai orang tak acuh terhadap semua penghargaan itu? Bahkan, jika tidak diingatkan oleh istrinya berulang-ulang, Einstein mungkin lupa untuk mengambil dua buah medali yang dianugrahkan oleh British Royal Society dan Royal Astronomical Society di Kementrian Luar Negeri AS. Bahkan, saat mengambilnya pun Einstein merasa tak ada yang istimewa karena baginya pujian dan penghargaan itu bukanlah tujuannya.
Lalu, tahukah kalian apa yang lebih membuat Einstein tertarik dibandingkan menerima penghargaan-penghargaan itu? Dia lebuh tertarik untuk pergi menonton film bersama isterinya. Pernah suatu hari stelah selesai menonton di bioskop, istrinya menanyakan seperti apa bentuk mendali tersebut? Einstein menjawab tidak tahu karena belum membukanya sama sekali.
Itulah kepribadian luar biasa dari seorang Einstein. Dia senang pekerjaannya dihargai. Namun, bukan itu tujuan terakhir hidupnya. Dia bekerja bukan untuk mendapatkan mendali atau piala, tetapi untuk memecahkan masalah yang dia temukan dalam keilmuannya.
“Tidak semua hal yang penting dapat dihitung dan tidak semua yang dapat dihitung itu penting” (Albert Einstein)
Tujuan  hal utama yang harus kita tentukan sejak awal. Tujuan merupakan terminal dan arah atau gambaran nyata hendak kemana kita akan menggerakan semua usaha yang kita lakukan. Tanpa memiliki tujuan yang jelas, usaha kita seperti tidak memiliki arah. Tujuan merupakan sesuatu yang sangat pentin untuk di tentukan sejak awal. Dalam menentukan dan mencapai tujuan ada beberapa hal yang harus menjadi konsentrasi kita, yaitu tujuan kita harus dibuat berdasarkan rumus sederhana yang berorientasi pada kata SMART.
a.       Sharp (Tajam)
Dalam menentukan tujuan sukses sebagai individu, tujuan harus dibuat secara tajam sehingga dari awal mengarungi lautan perjuangan kita.
Tahukah anda tentang ayam dan elang dalam mengarungi kehidupan ini? Ternyata, mereka memiliki pemikiran yang berbeda dalam mengarungi kehidupan ini. Konon, dahulu kala, ayam dan elang adalah sahabat yang cukup akrab. Mereka sehari-hari menghabiskan waktu bercanda bersama dan bercerita tentang kehidupan yang mereka jalani.
Suatu ketika, mereka berdiskusi tentang pentingnya belajar untuk terbang. Terjadi perdebatan diantara mereka. Si ayam merasakan kehidupan di angkasa merupakan kehidupan yang tidak menentu dan tidak jelas jadi ayam merasa lebih baik hidup di daratan. Sementara si elang menganggap bahwa kehidupan di angkasa jauh lebih menyenangkan dibandingkan kehidupan di daratan yang cenderung menjemuhkan dan penuh dengan kepalsuan. Setelah lama berdebat mereka memutuskan belajar terbang bersama-sama. Seminggu berlalu dan mereka terus berusaha untuk terbang bersama. Elang sudah hampir bisa terbang sedangkan ayam masih berusaha untuk bisa terbang. Sampai akhirnya ayam memutuskan untuk berhenti belajar terbang.
Ayam mengatakan kalau belajar terbang adalah perbuatan yang sia-sia dan tidak ada gunanya. Akhirnya, ayam memutuskan untuk berhenti total dalam belajar terbang. Sementara, elang tetap melanjutkan tujuannya, yaitu untuk hidup di angkasa luas dan pada akhirnya merekapun berpisah.
Dalam perjalanannya di daratan, ayam bertemu dengan seekor sapi yang sedang makan rumput di kandangnya. Ayam sangat tertarik dengan kehidupan sapi yang nyaman. Ayam yang tergiur dengan kehidupan sapi ternyata berkeinginan hidup seperti sapi, hidup di kandang dan selalu diberikan makan oleh sang majikan. Ayampun berhasil hidup berdampingan dengan sapi. Ayam terlihat sangat senang dengan kehidupannya saat ini. Sementara, Elang tetap hidup diangkasa luas dengan sayapnya yang semakin kokoh.
Suatu hari majikan sapi ingin makan ayam goreng. Ayam yang mendengar kata-kata itu merasa kaget, ayam mencoba keluar dari kandangnya. Namun ayam gagal menghindar dari tangkapan sang majikan. Ayam berusaha lari kencang dan terbang ternyata tidak mampu untuk terbang dan akhirnya ia ditangkap.
Dari atas, elang melihat dengan penuh belas kasihan kepada ayam. Ia melihat ayam sudah siap menemui ajalnya, sambil menunggu untuk dipotong akhirnya ayam sadar kalau apa yang disampaikan temannya itu benar. Sayap yang dimiliki harus dilatih untuk terbang dan bukan untuk di sia-siakan. Elang hanya tersenyum sedih melihat nasib ayam dari atas angkasa.
Lalu, pribadi manakah yang menjadi pilihan kalian? Pribadi ayam yang lebih memilih kenyamanan hidup dan lupa mempersiapkan diri untuk melewati kerasnya kehidupan sehingga akhirnya menyulitkannya? Atau pribadi elang yang terus berjuang mempersiapkan diri untuk menghadapi kerasnya kehidupan ini? Pilihan tentu ada ditangan kalian. Apapun itu, yang jelas tujuan kalian dalam mengarungi kehidupan ini dalam hal apapun harus jelas dan tajam.  
b.      Measurable (Terukur)
Dalam menentukan tujuan, kita harus mampu membuat tujuan kita terukur atau memang bisa dicapai dengan segenap kemampuan yang kita miliki. tidaklah benar kalau kita membuat tujuan setinggi mungkin tanpa ada keyakinan bisa mencapainya atau kita membuat tujuan yang sangat tinggi sedangkan source yang anda miliki untuk mencapai tujuan itu tidak akan mungkin tercapai.
c.       Attainable (Bisa Dicapai)
Suatu tujuan harus bisa dicapai atau memungkinkan untuk dicapai. Dengan tekad dan semangat yang membera ditambah dengan kegigihan dalam mencapai suatu tujuan, bukan hal yang ustahil kalau tujuan yang diharapkan bisa tercapai.
d.      Reasonable (Masuk Akal)
Segal sesuatunya harus berjalan di dalam batas kewajaran. Pastikan tujuan yang kita susun adalah tujuan yang masuk akal dan wajar sesuai dengan kapasitas dan kemampuan kita, bukan sesuatu yang berlebihan dan di luar batas kewajaran.
e.       Time Limit (Batas Waktu)
Ketika ditanya kapankah kesuksesan itu akan kita capai, sesungguhnya ada batas waktu yang harus ditentukan segera, secepatnya, dan sekatang juga. Dengan adanya batas waktu tersebut, tentunya ada semangat dan usaha maksimal yang anda lakukan untuk dapat memenuhi dan mencapai tujuan pada waktu yang sudah ditentukan tersebut.
“Bukan gunung yang harus anda taklukan, tetapi diri anda sendiri” (Sir Edmund Hillary)
5.      Hargai Waktu
“Jadi apa yang kita lakukan? Apa pun. Sesuatu. Selama kita tidak hanya duduk berpangku tangan. Kalau kita gagal, kita mulai lagi. Cobalah hal lain. Kalau kita menunggu sampai kita menyerahkan semua ketidakpastian, mungkin sudah terlambat” (Lee Laloca)
Hargai Waktu dan Anda Berharga
Dalam sebuah perkuliahan yang pernah penulis ikuti. Pematerinya adalah dosen yang sangat terkenal dan memiliki disiplin tinggi dalam hal waktu. Beliau tidak akan menoleransi keterlambatan dalam bentuk apapun. Batas keterlambatan yang dihitung adalah sampai beliau berada didalam kelas. Setelah itu, mahasiswa bisa dipastikan tidak akan mungkin berani masuk ke dalam ruangan karena pasti akan diminta keluar secara langsung, bahkan sebelum dia sampai duduk di kursi kuliahnya.
Penulis yang sebelumnya tidak pernah datang terlambat pada saat itu terlambat untuk kali pertama. Tidak ada yang penulis pikirkan kala itu kecuali bergegas dan masuk kedalam ruangan kuliah karena keterlambatan penulis bukan unsur kesengajaan, melainkan karena ban motor penulis bocor ditengah jalan. Tidak terlintas di pikiran penulis untuk menyampaikan alasan apapun kalau memang penulis akan terusir dari ruangan kuliah tersebut. Setelah sampai dikampus, penulis langsung menuju ruangan kuliah. Dalam perjalanan menuju ruangan kuliah, penulis berpapasan dengan teman sekelas yang juga terlambat dan baru saja mencoba masuk, tapi langsung disuruh keluar oleh dosen. Dia mengajak penulis untuk tidak masuk karena akan sia - sia dan akan membuat dan akan membuat penulis malu didepan teman – teman katanya.
Penulis tentu menolak ajakan tersebut. Ibarat kata pepata “datanglah sampai ke tempat tujuan mu dan lihatlah dengan jelas apa yang akan terjadi, jangan engkau menyesal kemudian.” Begitu pepatah yang selalu disampaikan orang tua penulis dalam menghadapi apapun.
Penulis memberanikan diri untuk mengetuk pintu, membukannya. Dan menyapa sang dosen. Tentu kalian bisa membayangkan apa yang terjadi kemudian. Apakah penulis mendapat perlakuan yang sama dengan teman penulis sebelumnya? Ajaibnya, sang dosen tetap melanjutkan kuliahnya. Penulis dibiarkan masuk dan duduk dibangku terdepan. Penulis berpura – pura tidak mengetahui kalau baru saja teman penulis yang mencoba masuk langsung diusir oleh sang dosen.
Teman – teman penulis diruangan itu agak terkejut dan bertanya – tanya mengapa penulis tidak diusir seperti teman penulis sebelumnya? Mengapa penulis mengalami hal yang berbeda dengan teman sekelas penulis tadi? Padahal, selisih waktunya tidak sampai  limat menit dan penulis lebih telat dibandingkan rekan penulis sebelumnya.
Penulis terus mencoba untuk mengikuti pelajaran yang sudah tertinggal. Penlis berkonsentrasi penuh untuk mata kuliah tersebut hingga bel tanda perkuliahan selesai berbunyi. Teman – teman penulis bercerita tentang pengusiran teman penulis tadi dan menanyakan kepada penulis mengapa penulis bisa berbeda dengannya. Penulis juga bertanya – tanya dengan kejadian tersebut hingga ahkirnya penulis memberanikan diri untuk bertanya kepada sang dosen yang ruangannya tidak jauh dari ruangan perkuliahan kami.
Sampai didepan ruang soden, penulis langsung izin untuk masuk dan bertemu dengan sang dosen. Dengan sedikit terbata – bata, penulis membernaikan diri untuk bertanya mengapa penulis bisa berbeda dengan teman penulis sebelumnya. Mengapa penulis tidak mendapatkan perlakuan yang sama dengan teman penulis sebelumnya, padahal penulis lebih telat dibandingkan dia? Tahukah kalian apa jawaban sang dosen? Beliau menjawab dengan tenang.
“Saya tahu kamu sangat menghargai waktu kamu melebii teman kamu. Saya yakin kalau kamu terlambat pasti ada suatu hal yang sangat mendesak diluar kemampuan kamu karena kamu tidak pernah melakukan hal ini selebymnya. Namun , saya tidak yakin hal itu berlaku untuk teman kamu tadi karena saya sudah melihat dia terlambat berulang kali.”
Penulis terdiam mendengar jawaban sang dosen dan langsung pamit setelah mengucapkan terima kasih. Ternyata, lingkungan kita pun selalu mengamati gerak – gerik kita. Kebiasaan kita juga ikut andil untuk menentukan penghargaan orang lain terhadap kita. Dan, yang terpenting adalah penghargaan kita terhadap waktu, ternyata tanpa disadari akan meningkatkan penghargaan kita dimata orang lain.
Itulah sebabnya penghargaan waktu bisa membuat seseorang berbeda dengan orang lain, membuat seseorang lebih mulia dibandingkan orang lain, dan membuat seseorang lebih sukses dibandingkan orang lain. Manfaatkanlah waktu kalian dengan sebaik mungkin karena pemanfaatan waktu yang efektif dan efesien adalah awal dari keberhasilan besar kalian dimasa depan.
Mungkin kita semua tahu bahwa pemanfaatan waktu yang maksimal akan membedakan individu yang satu dengan individu yang lain. Banyak orang hanya menghabiskan waktunya dengak sesuatu yang tidak produktif, bermalas-malasan, atau hanya melakukan suatu rutinitas yang berulang-ulang tanpa ada peningkatau kualitas pribadi. Ketika apa yang kita lakukan meningkatkan kualitas pribadi kita, itu artinya kita sudah melakukan sesuatu yang bisa dikatakan produktif.
“Jangan menunggu karena tak akan ada waktu yang tepat. Mulailah dari sekarang dan berusahalah dengan segala yang ada. Seiring waktu, akan ada cara yang lebih baik asalkan tetap berusaha.”
(Napoleon Hill)
6.      Amati Lingkungan
“Bila kamu berupaya untuk mengerti seseorang, pandanglah dunia lewat lensa mereka, bukan hanya lensa kamu.” (Taufik Rachman, penulis)
Salah satu kelebihan domninan yang dimiliki bangsa Jepang adalah pengamatannya yang tajam tentang lingkungan untuk mencapai sukses. Jepang tidak indentik dengan negara penemu, melainkan negara pengembang atau negara inovator.
            Kisah Akio Morita mungkin salah satu yang paling populer didunia. Akio Morita, pengembang Sony Walkman yang sangat melegenda itu, tidak memiliki paten untuk cassete tape karena bukan ditemukan oleh Sony. Yang memiliki patenya adalah perusahaan Phillip Electronics. Namun, yang berhasil mengembangkan model portable sebagai sebuah produk yang sangaat booming  selama puluhan tahun adalah Akio Morita, founder dan CEO Sony pada masa itu. Sampai 1995, tercatat lebih dari 300 model walkman. Total yang diproduksi mencapai 150 juta produk.
            Akio Morita awalnya menjadi tertawaan orang ketika menawarka produk cassete tape nya yang mungil ke berbagai negara dipenjuru dunia. Namun, ahkirnya dengan kesabaran dan ketekunan Akio Morita, Sony Walkman menjadi sangat melegenda dan terkenal diseluruh penjuru dunia.
            Untuk menjadi pribadi yang sukses ridak selalu harus menemukan sesuatu atau mencetuskan sesuatu meskipun tidak bisa dimungkiri bahwa para penemu langsung melesat namanya ketika menemukan sesuatu yang baru. Lantas, apakah harus menemukan sesuatu dulu baru kita akan sukses? Akio Morita sudah menjelaskannya secara sederhana, bahwa dengan memodifikasi dan memberikan sedikit sentuhan inovasi untuk sesuatu yang sudah ada juga akan melambungkan nama dan kesuksesan kita. Lihatlah bagaimana walkman  yang berisi kaset yang bisa dibawa ke mana – mana  mulanya menjadi bahan tertawaan orang, tapi kemudian menjelma menjadi sesuatu yang sangat luar biasa. Inilah luar biasanya kekuatan mengamati lingkungan yang diikitu dengan modifikasi.
Dengan mengamati lingkunga, anda bisa mengamati banyak hal, bisa mencari peluang usaha, dan bisa menjadi pemenang dilingkungan tersebut. Tuhan telah menciptakan dua mata untuk kita, yang artunya kita harus selalu mengamati apa yang sedang terjadi disekitar kita. Bukan tanpa tuuan, pangamat yang kita lakukan pada akhirnya diharapkan akan mampu menjadikan kita pribadi yang lebih berhasil.
Dengan mengamati lingkungan, kita bisa mengamati banyak hal, bisa mencari peluang usaha, dan menjadi pemenang di lingkungan tersebut. Ketika kita berhasil mengetahui apa yang menjadi keinginan lingkungan sekitar, kemudian dia manjawab keinginan tersebut dengan tindakan nyata dan mengemasnyadengan suatu hal yang menarik, keberhasilan sesungguhnya cepat atau lambat akan segera hadir. Yang paling penting adalah dengan segera merealisasikan apa yang sudah dipikirkan tanpa menunda, yang terpenting adalah tidak menunda. Maka dari itu mulailah amati lingkungan kita.
“Sederhananya, lakukan yang harus Anda lakukan, hindari yang harus Anda Hindari, lalu perhatikan apa yang terjadi.” (Mario Teguh)
7.      Terpercaya
“Apabila kamu tidak dapat memberikan kebaikan kepada orang lain dengan kekayaanmu, berilah mereka dengan wajahmu yang berseri-seri, disertai akhlak yang baik” (Muhammad saw)
Menjadi pribadi yang terpercaya bukan perkara semudah membalikan telapak tangan dan tentunya membutuhkan proses. Namun,  proses yang tebaik adalah proses yang bisa segera kita rasakan dampaknya, bukan proses yang memakan waktu terlalu lama meskipun semua proses pada dasarnya akan membuat kita menjadi pribadi yang lebih matang, baik itu proses yang singkat atau pun proses yang cukup lama. Orang yang terpercaya dalam kehidupannya, umumnya akan menjadi orang yang sangat mudah dikenal. Bukan semata karena pribadinya yang dipercaya, tetapi orang dengan jenis ini biasanya akan lebih “bersinar” dibandingkan pribadi yang sedang-sedang saja.
Percayalah pada Diri Sendiri
“Setelah kau memercayai dirimu sendiri, kau akan mengetahui cara hidup” Johann Wolfgang
Orang pertama yang harus memercayai diri kita adalah diri kita sendiri. Jangan menunggu orang lain untuk memercayai kita sebelum kita mempercayai diri kita sendiri. Kalau kita tidak mempercayai diri kita sendiri, mengapa orang lain harus mempercayai kita?
“Memercayai diri sendiri merupakan rahasia pertama menuju kesuksesan” Ralph Waldo Emerson
Coba kita tanyakan pada diri kita sendiri, apakah kita menepati komitmen-komitmen kepada diri kita sendiri dan orang lain? Apakah anda menjaga kerahasiaan yang telah dipercayakan kepada anda? Apakah anda bekerja dengan jujur dan dipercayakan kepada kita? Ketika kita mempercayai diri kita sendiri, orang lain akan mempercayai kita. Itu hukum sederhana tentang memercayai diri.
Membangun Kepercayaan Diri
Hal ini merupakan kunci dasar untuk menjadikan kita pribadi yang terpercaya. Tanpa kunci dasar ini, rasanya peluang kita untuk segera menjadi orang yang terpercaya akan berjalan sedikit lebih lambat. Mengapa hal ini bisa terjadi? Apa hubungannya membangun kepercayaan diri dengan menjadi pribadi yang terpercaya? Tentu keduanya memiliki hubungan yang sangat erat karena kepercayaan dan percaya diri berjalan beriringan. Percayailah diri kita sendiri, nilai diri kita sendiri, kemampuan kita, ide-ide sederhana kita, maka orang lain akan menaruh kepercayaan dan keyakinan kepada diri kita.
Pernahkah kalian menemukan orang yang di sekolah, di kampus, atau di kantor selalu menyapa kalian dengan hangat? Hallo!! Selamat Pagi teman-teman! Itu beberapa contoh sapaan ringan orang yang percaya diri. Lalu, pernahkah kalian bertemu dengan pribadi yang sebaliknya yang kedatangnnya atau kehadirannya dilingkungan anda seperti tidak ada bedanya? Hal sederhana ini bisa menjadi pembeda yang sederhana antara orang yang percaya diri atau tidak. Orang yang percaya diri selalu merasa bahwa kehadirannya harus berdampak pada lingkungannya dan orang lain.
Jadilah yang Mempercayai Orang Lain
Mempercayai orang lain akan memunculkan inspirasi dan motivasi. Orang lain tentu akan merasakan dorongan tulus untuk membalas kepercaaan itu kepada kita dan mereka ingin memenuhi harapan kita kepada mereka. Di sisi lain, ketika seseorang tidak mempercayai kita, apakah kita akan merasa terinspirasi dan termotivasi? Tentu saja tidak, ketika tidak ada kepercayaan, dinding emosional dan intelektual langsung terbangun. Kita akan mulai bertanya-tanya apa yang orang tersebut pikirkan tentang kita, dan apa yang orang tersebut sembunyikan dari kita. Ketidakpercayaan merupakan jurang pusaran kecemasan, kecurigaan, dan keraguan. Sebaliknya, meskipun anda tidak yakin terhadap siapapun, tunjukan kepercayaan anda terlebih dahulu. Hal ini secara sederhana akan mampu membuat orang lain mulai mempercayai kita. Hal itu tidak langsung, tetapi segera, secepatmya.
“Salah satu cara untuk mencari tahu apakah anda dapat memercayai seseorang adalah dengan memercayai mereka” Ernest Hemingway
Pegang Kata-kata Anda
Di muka bumi in, hampir tak ada yang dapat menghancurkan kepercayaan secepat kebohongan dan menepati janji. Kita akan dihargai dan didengarkan jika apa yang sudah kita katakan segera kita lakukan. Lakukan apa yang kita katakan
Menciptakan Kepercayaan Lingkungan
Setelah membangun kepercayaan diri dan menjadi pribadi yang cukup percaya diri, bagaimana cara kita meyakini bahwa kita sedang membangun diri kita untuk menjadi pribadi yang dipercaya di lingkungan? Ciri sederhanyanya adalah kita akan menjadi orang yang namanya paling sering disebut.
Setiap kegiatan yang ada, kita akan sering terlibat atau dimintai waktu untuk terlibat meskipun bukan sebagai pemeran utama dalam setiap agenda yang dilaksanakan. Orang disekitar kita akan selalu mengingat kita untuk terlibat didalm kegiatan yang mereka laksanakan.
Jika hal tersebut sudah terjadi dalam kehidupan kita, kita harus bisa menjaga kepercayaan yang mereka berikan kepada kita. Dengan mendapatkan kepercayaan lingkungan, tentunya kita sudah selangkah lebih dekat untuk menjadi pribadi yang terpercaya. Kita akan menjadi pribadi yang didengarkan jika mengatakan sesuatu serta akan dengan mudah menjadi contoh dan ditiru jika melakukan sesuatu.
Menjaga Kepercayaan yang Sudah Terbangun
Hal ini merupakan suatu hal yang sangat penting yang harus dimiliki agar kepercayaan yang sudah terbangun tidak sia-sia. Kalau kita sudah memiliki rasa percaya diri, dilanjutkan dengan mendapatkan kepercayaan lingkungan, tapi kita lalai dan tidak mengindahkan poin terakhir ini, semua yang sudah terbangun bisa hancur dalam hitungan menit.
Sederhananya, dengan menjaga kepercayaan yang sudah terbangun, lingkungan akan terus menggunakan jasa kita sampai kapanpun. Dengan kepercayaan yang terus terjaga dan terbangun, karir kita pun akan lebih cepat berkembang.
Dengan memiliki beberapa hal tadi, kita sangat layak untuk menjadi pribadi yang terpercaya, pribadi yang kata dan perbuatannya menyatu. Bukan hanya dapat dipercaya orang lain, kita juga dipercaya oleh diri kita sendiri. Mengapa demikian? Karena kita tentunya berupaya semaksimal mungkin unuk menjaga kepercayaan yang sudah kita bangun, tidak hanya sebatas membangun kepercayaan orang lain, tapi juga menjaga kepercayaan orang lain. Itu hal yang paling penting yang pasti akan kita upayakan sebagai seorang yang mendapat predikat terpercaya.
8.      Anti Penundaan
“Apabila Anda benar – benar ingin melakukan sesuatu, tak seorang pun dapat menghentikan Anda. Tetapi apabila Anda benar – benar tidak ingin melakukan sesuatu tak seorang pun dapat membantu Anda.” (James A. Owen)
                        Hentikan Menunda
Richie Norton, penulis buku Kekuatan dalam Mamulai Hal Bodoh suatu hari pernah menghadiri rapat pelatihan bisnis. Setelah pelatihan berakhir Richie dan istrinya diundang untuk menemani seorang CEO di kapal yang sudah disewa keesokan harinya dan Richie menyanggupi hal itu.
Rumah Richie bisa ditempuh hanya dengan waktu satu jam dari pelabuhan dan dia berencana berangkat pada pagi hari bersama sang istri untuk memastikan bahwa meraka akan tepat waktu. Namun, keesokan harinya Richi seolah sibuk melahukan hal ini dan itu, waktu berangkatnya dengan sang istri ke pelabuhan terus diundurnya. Akhirnya, mereka berhasil menuju pelabuhan setelah Richie menyelesaikan semua urusannya pagi itu, ironisnya, Richie bahkan tidak ingat apa yang sedang dikerjakannya waktu itu hingga akhirnya satu hal yang akan selalu di ingatnya, yang takkan pernah dilupakan oleh dia dan istrinya adalah berdiri di dermaga bersama istrinya, memperharikan kapal berlayar mengitari titik itu dan hilang dari pandangan. Richie menunda, maka dia tertinggal oleh kapal.
Kebiasaan menunda mengancam, dan merampas hal-hal penting dalam hidup. Seperti kata pepatah, “Walau tak pernah menunggu siapa pun” Intinya ketika kita menunda, kita akan beresiko tertinggal oleh kapal.
“Lakukan semua hal baik yang bisa anda lakukan, dengan segala alat bantu yang anda bisa, dengan semuacara yang anda bisa, di semua tempat yang anda bisa, di segala waktu yang anda bisa, pada semua orang yang anda bisa, selama anda bisa melakukannya.” (John Wesley)
9.      Nyatakan dalam Do’a
“Kita umumnya mengubah diri kita dalam satu dari dua alasan yaitu inspirasi atau putus asa.” (Jim Rohn)
            Apakah kalian mengenal pensil? Tentu saja kalian mengenalnya. Lantas tahukah kalian makna filosofi dan pembelajaran yang terkandung dalam sebuah pensil, kita perlu menggunakan rautan untuk dapat mengeluarkan isi atau arang dari pensil tersebut. Ketika kalian memasukan pensil kedalam rautan untuk membuatnya tajam, tentu pensil akan merasakan sakit dalam prosesnya untuk menjadi tajam. Sama halnya dengan kehidupan, dalam mengarungi kehidupan ini, kita akan mengalami kesulitan dan hambatan. Jangan lari padanya. Hadapilah karena tak ada pesta yang tak usai, befitu juga tak ada hujan yang tak reda. Semua kesulitan dan cobaan itu pasti akan berlalu. Suatu hal yang pasti, ketika kesulitan itu sudah berlalu, pribadi yang melewatinya akan menjadi pribadi yang tajam dan akan siap menghadapi kehidupan.
            Selanjutnya, coba kalian amati kembali pensil tersebut. Mana bagian terpenting dari sebuah pensil? Bagian terpening dari sebuah pensil terletak pada bagian dalam pensil atau bagian arang di dalamnya. Artinya dalam kehidupan sebagai manusia yang terpenting bukanlah fisik atau tamplan luarnya, tetapi hati dari setiap pribadi. Sadarilah hal-hal yang paling mulia dalam dirimu, hati yang suci. Hati akan mengarahkan jalan manusia ke arah yang benar.
            Makna selanjutnya yang bisa dicermati adalah setiap pensil ketika menulis apa saja selalu meninggalkan tanda atau goresan kemudian bisa di baca oleh orang lain. Begitu juga kehidupan, sebagai pribadi yang baik, tinggalkanlah tanda yang baik dalam kehidupan ini sehingga kita sudah tiada, orang akan mengenal dan mengenang bahwa kita pernah dilahirkan di dunia ini.
            Hal terakhir yang bisa diambil dari sebuah pensil adalah pensil tidak akan pernah bisa digunakan meskipun sudah diraut tajam tanpa ada tangan yang menggerakannya. Tangan diperlukan untuk membimbing dan mengarahkan pensil mau menulis apa dan digerakkan ke arah mana. Sama halnya dengan kehidupan ini, kita perlu mendapat bimbingan agar selalu berada pada jalur yang benar dan pembimbing itu adalah Tuhan yang akan selalu mengarahkan kita ke arah yang benar. Mintalah pertolongan kepada-Nya dalam setiap do’a karena do’a kekuatan utama yang harus kita miliki.

UBAH HIDUPMU!
UBAH DUNIAMU!
            Ketika kalian merasa pribadi yang begitu tak percaya diri, keramahtamahan merupakan cara yang sederhana yang bisa kalia lakukan untuk secara perlahan meningkatkan rasa percaya diri kalian. Ketika menghadapi pekerjaan yang seolah tiada habisnya, kalian juga tidak pernah kehabisan energi untuk melakukan semua pekerjaan kalian. Ketika kerabat kalian membutuhkan sahabat untuk mendengarkan setiap kesulitan mereka, maka kalian hadir menjadi pendengar yang baik. Kalian juga akan terus berfokus pada tujuan kalian, sangat menghargai waktu dalam perjalanan kalian menuju kesuksesan, selalu belajar dari alam sekitar dengan mengamati lingkungan, menjadi pribadi yang terpercaya dimanapun kalian berada, selalu menyegerakan yang bisa kalian lakukan meskipun hanya hal kecil karena kalian adalah pribadi yang anti penundaan, dan selalu menyertakan Tuhan dalam setiap perjalanan kesuksesan kalian, apapun mimpi kalian sesungguhnya mimpi-mimpi itu bukanlah suatu hal yang sulit untuk dicapai. Dengan menjadikan sembilan kunci ini kebiasaan dan akhirnya menjadi karakter, kalian sudah menjadi pribadi yang cemerlang dimanapun kalian berada.


Friday, 25 November 2016

Analisis Novel Colorless Tsukuru Tazaki and His Years of Pilgrimage


Colorless Tsukuru Tazaki and His Years of Pilgrimage author: Murakami Haruki
Source:google
  • Publisher: First published by Harvill Secker 2014 in London. First published in Japan by Bungeishunju Ltd. Tokyo in 2013
  •  Setting of Time: Sixteen years ago, and the present of Tsukuru Tazaki
  •  Setting of Place: Nagoya, Tokyo, Finland.
  • Characters
A.    Main characters:
Tsukuru Tazaki
The protagonist, his given name mean is "To make or build" and his family name doesn't contain any color symbol. The character's current age is 36. Single. Liked train stations since childhood, and now makes a living designing train stations at a railway company in Tokyo.
Kei Akamatsu
He was a high-school friend of Tsukuru, and nicknamed Aka or "Red". Now a seminar seller still in Nagoya, he has a successful business that offers employee training to big companies in the area.
Yoshio Oumi
He was a high-school friend of Tsukuru, and nicknamed Ao or "Blue". Now a car dealer still in Nagoya, he sells Toyota's luxury car Lexus.
Yuzuki Shirane
She was a high-school friend of Tsukuru, and nicknamed Shiro or "White". She became a private piano teacher and lived in Hamamatsu, before being strangled to death in an unsolved murder six years ago.
Eri Kurono Haatainen
She was a high-school friend of Tsukuru, and nicknamed Kuro or "Black. Now a pottery artist, she married Edvard Haatainen, a Finn who came to Japan to learn pottery, then she moved to live in Finland as Eri Kurono and now has two daughters.
Sara Kimoto
Tsukuru's current love interest, her given name means "sal tree" and her family name "Under the tree". Two years older than Tsukuru, she lives in Tokyo and works for a travel agency.
Fumiaki Haida
One of Tsukuru's few friends from college, his family name means "Gray Paddy".  Two years younger than Tsukuru, he disappeared from the university before the beginning of the new semester.
B.     Secondary characters:
Haida's father
Haida's father was a college teacher. In the 1960s, he took a leave of absence from school to travel Japan and worked odd jobs. While being employed as handyman at a small hot-springs inn, he met Midorikawa, whose strange tale he later told his son.
Midorikawa
A jazz pianist from Tokyo, his family name means "Green River". According to the tale of Haida's father, he only played after placing a small bag on the piano, carried a deadly burden, and could see the color aura of people.
The stationmaster
He explains to Tsukuru that a lot of strange things are lost and found in his train station. One was a formaldehyde jar containing two severed sixth finger.
Sakamoto
A young coworker of Tsukuru. Despite his job, his other passion is genetics.
Olga
A younger friend and colleague of Sara. An energetic Finn who works in a Helsinki travel agency. She helps Tsukuru in Finland.
Edvard Haatainen
The husband of Eri. A Finn pottery artist. Tsukuru meets him while his wife and children are away.
The two daughters of Eri and Edvard
About 3 and 6 year-old. The oldest one was named Yuzu in memory of Eri's deceased friend.
  •  Plot
Chapters 1–3
Tsukuru Tazaki is a 36-year-old man whose defining features are his love of train stations and the fact his four best friends all ceased to speak to him during his second year at university: "Like Jonah in the belly of the whale, Tsukuru had fallen into the bowels of death, one untold day after another, lost in a dark, stagnant void." He now lives in Tokyo and has started seeing a new girlfriend, Sara Kimoto, who works at a travel agency. As he explains to her over dinner, back in Nagoya his high-school friends were called Ao, Aka, Shiro, and Kuro nicknamed after a color in their surname, unlike his "colorless" one. They used to do everything together like the five digits of a hand, until that single phone call one day, when they "announced that they did not want to see him, or talk with him, ever again. It was a sudden, decisive declaration, with no room for compromise. They gave no explanation, not a word, for this harsh pronouncement. And Tsukuru didn't dare ask."

Chapter 4
After he overcame that loss and suicidal impulses ("Perhaps he didn't commit suicide then because he couldn't conceive of a method that fit the pure and intense feelings he had towards death."), Tsukuru befriended Haida (whose name contains "Gray") at university. They started doing everything together, and listened to classical music such as Franz Liszt's Années de pèlerinage: "Most people see Liszt's piano music as more superficial, and technical. Of course, he has some tricky pieces, but if you listen very carefully you discover a depth to it you don't notice at first. Most of the time it's hidden behind all these embellishments."

Chapter 5
One evening, Haida told him a strange story about his father: when he was a college student, he took a leave from his studies and worked in a secluded hot-springs inn where he met man who called himself Midorikawa (whose name contains "Green"), a jazz pianist from Tokyo who was incredibly talented: "His playing had the power to physically and viscerally move the listener, to transport you to another world." One evening, Midorikawa told him a strange story about himself: one month ago, he had willingly accepted a "death token" condemning him to die two months later unless he could pass it on to another volunteer, but despite his talent he was tired of his life : this near-death experience had opened for him "the doors of perception", making his last weeks more wonderful than the decades he was giving up, and it also made him able to see the color aura of people. During these tales, Tsukuru sometimes felt a sort of confusion between himself, Haida, his father, and Midorikawa.

Chapter 6
Later that night, while Haida slept over on his couch, Tsukuru had a strange erotic dream involving both Shiro and Kuro, who then merged and morphed into Haida before the climax. Tsukuru wondered for himself whether it was all a dream, then Haida didn't show up for next semester. All he left behind was the boxed set of Years of Pilgrimage he had lent Tsukuru.

Chapters 7–9
Sara states that if he wants to progress in his current relationship, he needs to find out what happened to move on emotionally. Since Tsukuru doesn't use the Internet, she'll help him getting started: "We live in a pretty apathetic age, yet we're surrounded by an enormous amount of information about other people. If you feel like it, you can easily gather that information about them. Having said that, we still hardly know anything about people." After using Google and Facebook to locate these former friends, she updates Tsukuru on their current whereabouts and even arranges for his travel tickets.

Chapter 10
Tsukuru travels to his home town of Nagoya and meets Ao, the former football jock who is now a successful Lexus dealer. From an apologetic Ao, he learns that Shiro had accused Tsukuru of rape, prompting all communications between the friends to cease. Shiro eventually became a successful piano teacher, but six years ago she was found strangled in an unsolved murder case.

Chapter 11
Several days later, Tsukuru arranges to meet Aka, now a trainer of corporate warriors. A successful but deeply unhappy man, Aka tells him that Shiro's story did not stack up at the time, and that Shiro seemed to have lost her love for life long before she died. Aka himself has issues, having belatedly realized after a failed marriage that he is gay, and feeling rejection from the people of Nagoya, including Ao, who dislike his somewhat shady business, taking up some psychological methods used by the Nazis. Tsukuru reassures Aka that he still cares for him and departs.

Chapters 12–13
Back at work in Tokyo, Tsukuru and his colleague Sakamoto visit a stationmaster whose strange tale reminds him of Haida's story. After discussing his findings with Sara over dinner, Tsukuru decides he has to know the rest of the story. To do so he must visit the only other surviving member of the friendship group, Kuro, who now lives in Finland with two daughters. While preparing for the visit, Tsukuru goes to buy presents for Kuro's children and sees Sara hand in hand with a middle-aged man, smiling in a way she never did with Tsukuru.

Chapters 14–15
Filled not with jealousy but with sadness, Tsukuru flies to Finland. In Helsinki, he enlists Sara's friend Olga to help him track down Kuro for an unannounced visit. The next day he drives to Hameenlinna, the rural town where she has her holiday cottage. He first meets her husband, the Finnish potter Edvard Haatainen. When she arrives with her daughters, Edvard takes the latter to do some shopping.

Chapters 16–17
Tsukuru stays alone with Kuro, now a successful pottery artist. Eri prefers to dispense with nicknames and explains that Yuzu was mentally ill. The rape accusation was a fabrication, but he was cut off as a way of not frontally contradicting Yuzu to enable her to deal with her problems. Eri reveals that she was in love with Tsukuru, which could have played a role in the accusation, but also that Yuzu was actually raped and had a miscarriage, then developed anorexia as a way of never being pregnant again. Eri told him nothing, maybe because he never noticed her love, but mostly to prevent a confrontation with Yuzu. Tsukuru was sacrificed to protect Yuzu because the group believed he was the strongest emotionally and could deal with the ban. These redemptive revelations gives lie to Tsukuru's own perception of himself as plain and colorless.

Chapters 18–19
Tsukuru returns to Japan a wiser man. Against Kuro's advice, he decides to press Sara on whether she is seeing someone else. Sara says she will need three days to reply. After a late-night profession of love by phone-call, the novel ends with Tsukuru still waiting and looking at the traffic in a train station.
  •  Implication: The most valuable implication of Colorless Tsukuru Tazaki and His Years of Pilgrimage is the obligation to respect all the multitudes contained within a person and always communicate when there is a problem so it wont cause a misunderstanding.